Blogger Layouts

Halaman

Kamis, 06 September 2012

Sahabat

Sahabat, waktu begitu cepat berjalan sehingga kata-kata perkenalan di awal perkuliahan dulu kini telah berdengung jadi sahabat.
Sahabat, kemarin dalam kesunyianku engkau datang menemaniku sehingga aku tak kesepian.
 Sahabat, hari demi hari kita telah lalui. Banyak kenangan yang tersisa setiap gerak yang kita lakukan. Bagiku hal ini yang menarik dan akan terkenang, tapi bagimu hal lain pula yang menarik sehingga jika kita satukan kenangan itu barangkali akan terbentuk perjalan hidup bersahabat anak manusia dalam bentuk novel.
Sahabat, perjalanan panjang dalam kuliah ini bagiku sebuah catatan sejarah yang akan tetap terpahat di liang seluruh organ tubuhku. Bagaimana tidak? Sekeliling kampus dan jalan-jalan yang telah kita lalui, itu dinikmati oleh mata, telinga, lidah, kulit, dan juga hidung. Bukan berkata lebih, andaikata direkam menjadi sebuah video maka akan tampak bagaimana raut wajah kita, tutur kata, bau-bau yang tercium oleh kita, begitu ramainya taman kehidupan ini oleh manusia dan alat-alatnya, hingga angin semilir yang tak tertangkap oleh kamera pun mampu kita narasikan dengan sebenar-benarnya. Sungguh luar biasa, sahabat.
Sahabat, hari ini kita telah semester empat. Kita pula yang berkelompok beranggota empat.
Sahabat, aku teringat kata-kata kita kemarin yang telah berjanji dengan studi empat tahun untuk gelar sarjana. Masihkah engkau ingat sahabat? Banyak juga yang tersisa lewat goresan kata dan derap langkah kita. Buktinya kita akan selalu bersalaman. Kau, aku, dia, kita berempat, bagai saudara yang telah ditakdirkan akan bertemu dalam ruang yang sama, dalam tujuan yang sama, dalam waktu yang ditentukan, dalam umur yang beda, dalam kesatuan hati sehingga terbentuk sebuah ikatan dalam hati kita.
Sahabat, ya, itulah namanya.
Sahabat, di sana engkau berangan setiap kali masa liburan tiba. Kita yang berasal dari suku bangsa yang beda, jenis kelamin yang beda, warna kulit yang beda, intelektualitas yang beda, bakat yang beda, watak yang beda, daerah yang beda, tapi sungguh luar biasa.
Sahabat, kata itu perekat kita.
Sahabat, setiap kali kata yang teruntai dalam kalbu ingin mendeskripsikan setiap cerita tentang kita, anganku melayang. Alangkah bahagianya diriku bisa bersahabat dengan engkau.
Sahabat, teringat saat musim liburan semester tiga lalu, saat kita melepas seluruh beban di pundak karena di penghujung kuliah. Kita berempat duduk bersama di teras casablanka itu. Lorong yang menjadi saksi atas kesumringahan senyum kita. Kita bergembira akan melepas semua penat selama satu semester. Ancangan berlibur di rumah orangtua.
Sahabat, hari ini hari minggu. Pagi betul aku ingin mengabadikan jejak perjalanan kita dalam semester ini. Walau hari telah berlalu sehari untuk kata libur tak apalah. Sahabat, semalam kita tak bertemu seperti biasa. Biasanya kita akan berjumpa untuk kata sapa untuk berlibur.
Sahabat, jika kuputar kembali rakaman yang tersisa di otak ini sekitar sepak terjang kita semester empat ini, barangkali tak cukup memori labtop ini menyimpannya. Ya, aku tahu ini terlalu berlebihan, tapi itulah kita—sahabat.
Sahabat, tersisa di otak ini bagaimana kita kejar tanyang mengerjakan tugas yang telah menumpuk. Kejar tayang untuk menyelesaikan makalah dalam semalam. Tapi, sahabat, itu jadi juga. Di situ presentasi di situ belajar. Oh, sungguh sahabat, sungguh luar biasanya kita. Memang itu semua berkat dan karunia-Nya.
Sahabat, jika aku melihat hari ini hati kita kian menipis. Menipis kumaksud mulai retak sedikit demi sedikit. Aku tak tahu apa sebab musababnya. Tapi, aku hanya berharap jangan biarkan dia terlalu lama karena hati ini bagai besi, terlalu lama ia tak dibersihkan akan digerogoti oleh karat hingga akhirnya keropos dan habis.
Sahabat, aku terkadang terbayang. Setiap dari kita dua puluh tahun ke depan? Aku membayangkan akan ada seseorang di sampaing kita menjadi pendamping hidup atau bahkan ada anak sebagai pelengkap keluarga. Dan lebih jauh lagi, aku sangat ingin ada di antar kita datang dan berkata “Sahabatku, semalam aku baru pulang dari luar negeri (entah dimana pun itu) menyelesaikan studi doktorku”. Ya, itulah salah satu anganku. Dan aku juga tak berharap muluk-muluk, sekiranya juga tidak demikian, yang terlihat barangkali engkau masih tak malu mengakui bahwa kita dulu bersahabat, seperjuangan dalam mengisi kepala dan hati, menjalani hidup sebagai warga unimed yang sejuk, atau lebih lengkapnya di jurusan sama, dan kelas yang hampir selalu sama.
Sahabat, aku tak berkata aku telah mewarnai hidupmu atau kau telah mewarnai hidupku. Tapi, yang kurasakan adalah kita telah berbagi warna sehingga tak ada beda.
Sahabat, jika nanti kan ada waktu tuk terus bersama barangkali kisah dan perjalanan akan tertulis lebih panjang. Dan barangkali jika kita telah berpisah, maka akan kau temui lagi sahabatmu yang barangkali engkau kan menyampaikan secuil tentang sahabatmu yang bagimu itu menarik untuk dibagi. Dan aku akan sangat senang dengan hal itu.
Sahabat, kata orang dia cemburu dengan kekompakan kita, tapi kataku bukan ia cemburu, tapi ia ingin berbagi bagaimana cara membuat orang merasa bersahabat dengannya. Ya, itulah sahabat...
Tertanda
Sahabatmu,
Justianus Tarigan

Senin, 07 Mei 2012

puisi

Ndauh


ndauh tuhu sura-sura matigan.
erjingkang la tertondul.
Bas kinidauhen e lit kange rongketna.
meser tuhu nanam nggeluh adi ngasamken kinigegehen ukur
nandangi sura-sura.
gelah ula min pagi
talu sura-sura ban pengindo.
mela teman, mela mulih la maba ulih.
nina terbegi lagu kalak perburu.
la kusia-siaken pagi bekas ulih latih nande ras bapa.