Blogger Layouts

Halaman

Selasa, 18 Oktober 2016

Skenario Film Pendek



REHULINA
Karya Justianus Tarigan

Deskripsi watak tokoh
Rehulina  : cerdas, setia, bijak
Pak Abdi  : mudah tersinggung,terperamen
Ely       : periang, setia
Amel      : suka pamer, agak sombong

Pagi hari di kelas XII IPA 1. Siswa-siswa sudah ramai di kelas. Tiga sekawan memperbincangkan kelanjutan studinya.
Amel      : “Oya, teman-teman. Kemana kemarin kalian pilih ngelanjutnya?”
Rehulina  : “Entahlah.” (nada lemas sambil membaca bukunya)
Ely       : “Aku ke Yogya.” (penuh semangat dan ceria)
Amel      : “Oya? Sama dong. Ayahku bilang aku pasti diterima di kampus favoritku itu. Teman dekat ayahku sekarang jadi wakil rektor satunya loh.”
Ely       : “Rekom aku juga donk. Biar bisa sama kita di sana.”
Amel      : “Ye. Emang situ punya kenalan.” (bicara agak sinis)
Ely       : (tidak mempedulikan ucapan Amel)”Eh, Lin. Kok diam saja. Kamu milih dimana?”
Rehulina  : “Aku udah tahu mau kemana. Masalahnya, aku kan gak seperti kalian berdua. Kalian tahulah maksudku.”
Ely       : “Kamu kan udah bilang mau coba bidikmisi. Usahalah Lina sayang. Sayang ilmu dan bakatmu itu gak sampai dikuliahin.” (mengarahkan wajah Lina menghadap wajahnya)
Rehulina  : (tersenyum kecil)
Amel      : “Kalau tidak sanggup ke Jawa, di Medan aja Lin. Pokoknya kan kuliah. Di kampus yang tidak terkenal juga boleh kok. Asalkan ada beasiswanya.”
Ely       : “Hus! Amel. (jari telunjuk Ely didekatkannya ke bibirnya tanda menyuruh Amel berhenti bicara.
Rehulina  : (pura-pura tidak mendengar dan membaca buku)
Ely       : “Maaf ya Lin. Aku tidak serius yang tadi.”
Lina      : (berdiri dan melihat Ely dan Amel) “Aku tidak apa-apa kok. Serius. Wajahku tidak memancarkan kalau aku sedang marah kan?”
Emel      : “Jadi apa rencanamu Lin?”
Rehulina  : (menarik napas)”Aku tidak berencana ke Jawa. Aku akan bangga jika diterima di universitas ibukota provinsi ini. Kampusnya juga tidak kalah saing kok dengan yang di Jawa. Yang aku perlukan saat ini adalah doa kedua temanku yang tiap hari mau menemaniku ini. Ada yang mau mendoakanku?” (Lina membuka lebar tangannya seperti hendak terbang)
Ely       : “Lina” (Ely langsung terjun ke pelukan sahabatnya dengan suara menahan sedihnya)
Amel      : “Aku juga ikut.”

Mereka berpelukan.
Bel berbunyi. Pelajaran pertama akan segera dimulai. Pelajaran di kelas XII IPA 1 adalah bahasa Indonesia. Gurunya adalah Pak Abdi, kepala sekolah. Hanya di kelas ini saja Pak Abdi mengajar. Kelas XII IPA 1 ini adalah kelas paling dekat ke kantor kepala sekolah di antara semua kelas yang ada di sekolah ini.
Pak Abdi  : “Selamat pagi anak Bapak.”
Siswa     : “Selamat pagi Pak.”
Pak Abdi  : “Apa kabar kalian pagi ini?”
Siswa     : “Sehat Pak.”
Tiba-tiba nada dering telepon genggam Pak Abdi berbunyi.
Pak Abdi  :”Sebentar ya.”
Pak Abdi mengangkat panggilan telepon tersebut. Dia berbicara sambil berjalan ke arah kantornya. Kebiasaan buruk kepala sekolah ini tidak bisa bertelepon dengan suara kecil. Selalu terdengar ke mana-mana. Kepala sekolah sudah mendekati kantornya tapi suaranya bercakap masih terdengar oleh siswa
Rehulina  : “Permisi sebentar Pak Ketua”. (Lina melihat ke arah ketua kelas)
Ketua Kelas   : “Jangan lama. Bapak itu tiba-tiba masuk dan dilihatnya ada yang keluar, bisa marah dia.”
Rehulina      : “Siap ketua.” (tersenyum)
Lina mau ke kamar mandi. Dia berjalan melewati lorong kelasnya dan harus melewati kantor kepala sekolah. langkahnya dibuatnya pelan agar tidak ketahuan kepala sekolah. Mendekati kantor kepala sekolah, suara kepala sekolah sudah terdengar jelas oleh Lina. Beberapa kali Lina mendengar nama camat disebutnya. Semakin Lina mendekati pintu kantor kepala sekolah itu, semakin dengar pula ia bahwa kepala sekolah sedang membicarakan temannya, Amel. Karena kepala sekolah itu terus bercakap dengan suara kuat, Lina dapat mendengar semua pembicaraan itu. Intinya, kepala sekolah diminta melakukan cuci rapor Amel agar bisa kuliah di jurusan yang diinginkanya di Jawa. Kepala sekolah tampaknya menyetujui dengan perkataan “bisa diatur”. Lina geram mendengarkannya. Dia langsung bergegas pergi menuju tempat yang seharusnya didatanginya.
Pak abdi  : “Anak bapak sekalian materi kita pagi ini adalah”(terdengar bunyi ketukan pintu)
Pak Abdi  : “Darimana kamu?”
Lina      : “Maaf Pak. Saya tadi izin kepada ketua kelas untuk ke kamar mandi.
Pak Abdi  : “Baru bel kok permisi. Makanya buang dulu yang mau dibuang sebelum pelajaran dimulai. Mengganggu saja. Silakan duduk!”
Rehulina  : (diam dan berjalan ke tempat duduknya)
Pak Abdi  : “Baiklah anak Bapak. Materi kita hari ini adalah mengidentifikasi ciri dan tema puisi kontemporer. Seperti…”
(telepon genggam Pak Abdi berbunyi)
Pak Abdi  : “Baru mau menerangkan, sudah ditelepon lagi.” (berbicara sendiri seperti mendumel).”Anak Bapak silakan dibaca dulu buku paketnya mengenai materi ini ya. Sebentar saya angkat dulu telepon pak kadis ini.”
Pak Abdi  : “Hallo Pak Kadis. Selamat pagi…”
Pak Abdi menjauhi kelas sambil bercakap-cakap dengan pak kadis. Suaranya semakin mengecil karena semakin menjauhi ruang belajar. Hingga les pembelajaran bahasa Indonesia habis, Pak Abdi tidak kembali lagi ke kelas. Ternyata dia langsung pergi setelah Pak Kadis menelepon).
Ely       :“Lin, datamu kemarin sudah kamu serahkan kepada kami kan?”
Rehulina  :“Sudah Ely. Kan Kamu dan Amel yang kemarin yang mengantarkannya ke kantor.”
Ely       :“Aku hanya memastikan. Kami kan hanya pengumpul. Mana kami perhatikan semua data itu.”
Rehulina  :”Sudah loh Ely. Tenang saja.”
Ely       :”Bukannya besok kita sudah bisa meminta print out pendaftaran itu?”
Rehulina  :”oya? Kalau begitu, besok kita jumpai saja bapak itu. Bagaimana?
Amel      : (Amel datang ke bangku Lina dan ely) “Eeee… ada apa ini? Senang sekali. Pasti ada kabar baik.
Lina      :“Kamu mau tahu kan? Besok kita jemput kabar baik itu bersama-sama. Ok.”
Amel      :”Tapi apa?” (suara merengek)
Ely       :”Ihhh. Besok bakal tahu.”

Keesokan harinya. Bel les pertama pelajaran berbunyi. Hari ini adalah pertemuan kedua bahasa Indonesia di kelas XII IPA 1. Pak Abdi belum tampak datang. Tapi siswa telah di kelas menunggu gurunya.
Ely       :”Apa itu Lin? Kok tulisannya seperti puisi. Boleh aku baca?”
Rehulina  :”Jangan. Ini terlalu kontemporer untuk kamu baca.”
Ely       :”Gayamu itu loh. Sok paham tulisan kontemporer. Belajar materi itu saja belum.”
Rehulina  :”Nanti kuperlihatkan.”
Tiba-tiba Pak Abdi datang.
Pak Abdi  :”Selamat pagi anak Bapak.”
Siswa     :”Selamat pagi Pak.” (serempak)
Pak       :”Baik. Kita lanjutkan materi sebelumnya mengenai puisi kontemporer. Kemarin Bapak sudah menyuruh kalian berdiskusi mengenai materi ini. Ya, kalaupun saya tidak ada di kelas, saya harap ada laporan mengenai hasil diskusi yang kalian lakukan. Apa hasil diskusi kalian?” (menunjuk ke arah Ely)
Ely       :”Ada pak. Tapi kami bingung kemarin membahasnya.”
Pak Abdi  :”Iya. Apa yang dibingungkan? Jangan-jangan tidak ada yang kalian diskusikan. Mana buktinya?”
Ely       :”Mana puisi kamu kemarin Lin. Supaya Bapak percaya.” (Ely tampak ketakutan)
Rehulina  :”Ini hasil diskusi kami Pak.” (menyerahkan secarik kertas HVS yang ditulisi penuh).
Pak Abdi  :”Ya. Tampaknya ada sebuah puisi. Coba kamu bacakan di depan. Dari puisi kalian ini nanti kita akan membahas puisi kontemporer.”
Lina      : (maju ke depan kelas dan bersiap membacakan puisinya). “Terkutuk buah pena Rehulina Tarigan. Te e er ka u te u ka. Terkutuk. Terkutuklah. Para pencuri duit rakyat. Para pemalsu dokumen negara sampai para penabur ilmu bermuka dua.” (suara Lina terdengar lantang)
Pak Abdi  : “Stop. Puisi apa itu?”
Lina      : (kebingungan melihat reaksi gurunya karena disuruh tiba-tiba berhenti). “Tapi Bapak menyuruh saya membacakannya. Inilah yang kami pahami mengenai puisi kontemporer Pak.”
Pak Abdi  :“kalaulah saya ingin tahu. Apalah maksud puisimu itu?”
Rehulina  :”Saya belakangan ini sering menonton berita mengenai kasus korupsi yang ditangai KPK, Pak. Dari berbagai kasus itu membuat saya ingin menulis sebuah puisi yang bentuknya seperti ini.
Pak Abdi  : “Oya? Terus yang kamu maksud dengan para penabur ilmu bermuka dua. Itu apa?”
Lina      : (teringat dengan percakapan Pak Abdi lewat telepon kemarin tentang cuci rapor). “E… yang itu juga ada pengaruhnya dari tontonan saya Pak yang memberitakan ada oknum di bidang pendidikan yang melakukan korupsi atau pemalsuan data akademik. Saya hanya tidak habis pikir, seorang pendidik, di sekolah atau di kampus, tega melakukan kecurangan. Padahal, mereka setiap hari mengajarkan tentang ilmu pengetahuan sekaligus moral kepada peserta didiknya.
Pak Abdi  :(terdiam dan wajahnya tampak gusar)
           ”Saya pikir puisi kamu itu tidak mencerminkan nilai estetika. Perlu diperbaiki.”
Rehulina  :“Pak”
Pak Abdi  :(diam)
Lina      :”Pak”
Pak Abdi  :”Ada apa?”
Lina      :”Inilah yang kami bingungkan Pak. Bukankah puisi itu buah karya pengarangnya? Dia berhak membuat semau dia untuk mengungkapkan pikirannya?”
Pak Abdi  : “Pokoknya saya tidak suka puisi kamu itu.” (suara kepsek tiba-tiba terdengar lantang). “Jangan beradu teori dengan saya mengenai puisi. Saya lebih lama mempelajarinya daripada kamu.
Pak Abdi  :”Silakan dikerjakan pelatihan yang ada di buku paket itu. Ketua kelas tolong kumpulkan setelah selesai. Saya ada pekerjaan lagi mendadak.”
Pergi meninggalkan ruang belajar. Siswa tampak kebingungan. Mereka tidak mengetahui apa penyebabnya Pak Abdi tiba-tiba marah.

Di kantor operator sekolah
Pak Abdi  :“Mul”
Pak Mulia :”Saya Pak.”
Pak Abdi  :”Bagaimana mengenai pendaftaran SNMPTN siswa  itu, sudah selesai?”
Pak Mulia :”Sudah Pak.”
Pak Abdi  :”Rehulina Tarigan itu batalkan saja.”
Pak Mulia :”Tapi kenapa Pak? Bukankah dia siswa terbaik kita?”
Pak Abdi  :”Tidak perlu kamu bantah perintah saya. Batalkan saja”
Pak Mulia :”Iya Pak.” (suara lemas)

Bel istirahat berbunyi
Ely       :”Selamat pagi Pak.”
Pak Mulia :”Sudah siang Ely.”
(Lina dan Amel tertawa)
Pak Mulia :”Kalian pasti ingin mengambil print out pendaftaran SNMPTN itu kan?”
Amel      :”Jelaslah Pak. Kami ingin lihat.”
Pak Mulia :”Ini untuk kelas kalian. Kalian bagikan kepada teman sekelas ya. Tapi membagikannya di kelas saja.”
(Ely dan Amel tampak berebut membawa map yang diberikan Pak Mulia)
Lina      :”Terima kasih ya Pak. Permisi”
Pak Mulia :”Iya.” (dalam hati Pak Mulia “Maafkan bapak lina, kamu harus kecewa kali ini”)

Di kelas
Ely       :”Lin, kertas kamu kok tidak ada.”
Amel      :”Iya Lin.”
Rehulina  :”Tidak mungkin. Aku kemarin kan mendaftar. Coba kalian cek sekali lagi.”
Ely       :”Semua sudah kami bagikan. Tinggal tiga. Ini si  Bina, si Abel, si Juni. Terus kertasmu mana?
Lina      :”Jangan banyak bercanda Ely. Aku udah deg-degan ini.”
Amel      :”Ini betulan loh.”
Lina      : (Menarik ketiga kertas yang ada di tangan Ely. Dibacanya satu per satu. Ternyata benar. Kertas miliknya tidak ada. Lina terdiam.)
Ely       :”Sebentar ya aku tanya langsung sama Pak Mulia.”    (pergi meninggalkan Lina dan Amel)
Amel      :”Tenang Lina.” (tersenyum memandangi kertasnya)
Ely       :”Lin, kamu harus jumpai bapak itu besok. Dia sudah pulang.”
Lina      : (diam dan menganggukkan kepala)

Di rumah
Ibu       :”Lina ada apa Nak? Dari pulang sekolah kok murung terus.”
Lina      :”Lina tidak terdaftar Buk. Lina tidak bisa ikut jalur SNMPTN. (lina menangis di pelukan ibunya)
Ibu       :”Tenang dulu. Jangan putus asa begitu. Kan masih bisa tanya kepada kepala sekolah.”
Lina      : (masih menangis)
Ibu       :”Udah ah. Bagaimana kita bisa cari solusi kalau kamu tidak berpikir jernih Lina?”
(lina melepaskan pelukannya. Dia duduk di dekat ibunya)
Ibu       :”Kamu pasti ada buat salah kepada kepala sekolah. Kamu tahu kan kepsekmu itu mudah tersinggung? Kamu pasti ingat dengan kejadian di kelas satu dulu saat ibu menuntut uang beasiswamu yang seharusnya sudah cair tapi malah didiamkan pihak sekolah. Eh, semester depannya kamu tidak dapat lagi.”(ibu mengelus rambut putrinya).
          “Lina anakku, banyak cara yang dapat ditempuh untuk mencapai keinginan. Pilihlah cara yang baik untuk ke sana. Kamu harus tahu arti namamu itu. Ibu memang tidak pernah cerita soal sejarah nama kamu itu. yang pasti, ayahmulah yang memberikan langsung nama itu. Kamu tahu filosofi namamu itu? Reh dalam bahasa Karo artinya datang. Ulina artinya kebaikan. Jadi, Rehulina artinya semoga yang akan datang menjadi lebih baik. Harapan Ayahmu, kamulah yang memberikan kebaikan pada keluarga kita. Atau secara luasnya, kamu harus membawa kebaikan kepada setiap orang yang kamu datangi. (ibu diam sesaat)
          “Sudah. Jangan sedih lagi. Istirahatlah. Besok jumpai kepala sekolah dengan baik.”

Keesokan harinya di ruang kepala sekolah.
Pak Abdi  : “Apa ini?” (Pak Abdi membuka amplop dan membaca isi surat itu)
Yth. Bapak Kepala Sekolah

            Maafkan saya yang telah lancang meletakkan sebuah surat di meja Bapak. Saya tidak bermaksud untuk melakukan tindakan negarif. Saya hanya ingin meluruskan pandangan Bapak terhadap saya atas isi puisi kemarin.
            Bapak, pertama kali Bapak mengajar di kelas kami, saya betul-betul terpukau dengan keluasan wawasan Bapak. Saya melihat bahwa Bapak memang memiliki ilmu mumpuni untuk mendidik sekaligus membangun sekolah kita ini. Setiap kali Bapak masuk di kelas, saya selalu mendapatkan satu inspirasi dari kata-kata dan penjelasan Bapak. Saya mengagumi itu.
            Tapi, entah mengapa Bapak, saat saya kemarin permisi ingin ke kamar mandi dan tanpa sengaja saya mendengar pembicaraan Bapak mengenai suatu rencana yang tidak baik, Rasanya luntur semua kebaikan yang kuagungkan tentang Bapak. Rasa kagumku sirna seketika.
            Saya bohong Pak mengenai maksud puisi itu. Bapak ternyata tahu maksud saya atas puisi itu. Saya hanya ingin sampaikan secara tidak langsung agar Bapak yang saya kagumi tidak melakukan kejahatan seperti itu. Saya tidak pikir panjang akibatnya. Maafkan atas kelancangan saya Pak.
            Pak, saya sangat tahu diri. Atas segala keadaan ekonomi dan status sosial saya. Hanya sedikit prestasi yang bisa kubanggakan. Itu pun atas bimbingan dan nasihat Bapak. Rasanya tidak ada yang pantas kubandingkan dengan Bapak.
            Bapak yang selau kudengarkan nasihatnya, adalah Bapak yang setiap kali masuk di kelas kami dengan sejuta pemikiran sekaligus motivator dalam hidup saya. Bapak, langkah saya akan terhenti sampai di sini jika restu Bapak tidak meridhoi saya melanjutkan studi itu.
Siswa yang selalu mengagumi Bapak,

Rehulina Tarigan
Pak Abdi  terdiam sesaat. Kemudian diraihnya telepon genggamnya yang terletak di atas meja. Nomor Pak Mulia adalah tujuannya.
Pak Abdi  :”Mulia, tolong daftarkan kembali Rehulina itu. satu lagi, batalkan cuci rapor itu.”
Mulia     :”Iiiiya Pak.” (agak kaget)
Pak Abdi  :”Terima kasih nak. Kau telah mengingatkan Bapak. Semoga dengan keluhuruan budimu, engkau menjadi orang yang bermanfaat kelak.”

Selesai