Blogger Layouts

Halaman

Sabtu, 22 Juli 2017


Memotivasi Siswa

Sering terpikirkan cara menumbuhkan semangat belajar siswa terutama siswa di pedesaan. Ini barangkali dikarenakan penulis merasakan rendahnya motivasi belajar siswa di pedesaan. Apalagi kurangnya fasilitas sekolah. Akumulasi kurangnya fasilitas ditambah motivasi guru dan siswa yang rendah dalam pembelajaran menghasilkan output yang biasa-biasa saja.

Ketika duduk di bangku perkuliahan, tersadarkan bahwa banyak cara menumbuhkan semangat belajar itu. Atau lebih tepatnya, banyak cara menimba ilmu. Salah satunya adalah mengikuti seminar yang diselenggarakan di kampus. Seminar ini juga beraneka ragam. Ada yang skala besar dan mendatangkan pembicara terkenal dan ada pula skala kecil yang tempatnya juga tidak terlalu formal. Namun yang terpenting adalah ilmu yang diperoleh.

Beragam seminar yang pernah diikuti ini pula yang membuat penulis merasa bahwa salah satu cara mendongkrak semangat belajar siswa adalah melakukan seminar di sekolah dengan mengundang tokoh tertentu. Mungkin akan muncul pertanyaan begini "Mengundang tokoh harus punya dana kan?" Jawabannya tentu iya. Tetapi, ada juga tokoh yang dapat diungdang tanpa banyak mengeluarkan biaya. Misalnya adalah mengundang orang yang berasal dari daerah tersebut sebagai pembicara. Tentunya di sini, tokoh yang dimaksud adalah tokoh yang dianggap sukses dalam kariernya. Tidak selalu tokoh yang sukses di skala nasional atau internasional. Bagi siswa, menghadirkan seorang tokoh yang sukses dalam karier si tokoh adalah salah satu memotivasi dirinya. Atau lebih dekat adalah mengundang mahasiswa yang berasal dari daerah tersebut ke sekolah. Ini semua tentunya akan memotivasi siswa. Bukankah yang ingin ditanamkan kepada siswa salah satunya adalah bermimpi sukses dan mewujudkannya?

Sering sekali penulis memperhatikan sebenarnya banyak tokoh yang dianggap layak memberi motivasi kepada siswa yang berasal dari daerah lingkungan sekolah tersebut bahkan adalah alumni. Tetapi keengganan pihak sekolah atau kekurangtahuan sekolah dalam memanfaatkan hal ini sehingga rasanya terabaikan begitu saja.

Penulis hanya berpikir bahwa siswa di sekolah kalau hanya mendengar informasi dari guru lama-kelamaan timbul rasa jenuh. Untuk mengantisipasi kejenuhan inilah sehingga sekali-sekali harus ada seminar yang mendatangkan tokoh yang dianggap layak.

Akhir kata disampaikan bahwa banyak cara membuat siswa termotivasi belajar. Pihak sekolahlah yang harus berpikir kreatif dalam memanfaatkan hal-hal yang bisa dijadikan sumber belajar bagi siswa selain guru. Kalau ada orang yang berasal dari lingkungan terdekat yang sudah sukses boleh diundang untuk memotivasi semangat belajar siswa. Sehingga siswa yang sekolah di desa tetap memiliki cara berpikir mendunia.

22072017AUJD

Jumat, 21 Juli 2017

PPL PPG PASCASM3T


Guru Biasa 

Jika kau tanya masalah perpolitikan mungkin aku tak tahu banyak sebab profesiku hanyalah guru biasa. Mengabdikan ilmu yang setidaknya bekalmu untuk mampu berdiri merumuskan jalannya negeri ini.

Jika kau tanya cara membedah tubuh manusia untuk menghilangkan parasit yang tumbuh di dalamnya maka aku pasti tidak tahu jua sebab aku hanyalah guru biasa. Tapi kupercaya mendidikmu dengan kesabaran dan ilmu seadanya ini akan mengantarkanmu menjadi dokter yang ahli.

Begitulah aku guru biasa. Tak mampu banyak menjawab tanyamu yang luar biasa. Sebab kuakui engkau akan besar dengan didikan banyak guru.

Aku hanya mengawali. Namun tak bisa melangkahi. Biarlah tanyamu simpan saja di kemudian hari untuk gurumu yang nanti-nanti.

Aku pasti sudah berseri saat melihatmu penuh takjub mengukir prestasi untuk kebaikan di kemudian hari sebab aku adalah guru biasa.

21-7-2017_asramaundikshaJD

Kamis, 20 Juli 2017

Guru Masa Depan

Persoalan pendidikan tidak akan pernah ada matinya untuk dibicarakan. Selama manusia masih hidup di permukaan bumi ini dan selama manusia masih ingin melakukan kelangsungan hidup maka selama itu pendidikan akan tetap diperbincangkan. Kira-kira begitulah untuk memandang bahwa pendidikan itu sangat erat hubungannya dengan manusia.

Dalam dunia pendidikan, pendidik dan peserta didik adalah dua komponen yang wajib ada. Ketidakhadiran salah satu komponen ini akan menyebabkan proses pendidikan tidak berjalan lancar. Oleh sebab itu dibutuhkan pula sebuah wadah yang memanajemen secara keseluruhan agar proses pendidikan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik terlaksana dengan baik.

Pendidik dalam artian yang sangat luas adalah orang yang mampu memberikan pendidikan kepada peserta didik. Untuk itu, pendidik tidak hanya guru yang mengajar di sekolah. Orangtua dan masyarakat luas yang mampu memberikan pendidikan layak dianggap pendidik. Atau jika lebih dispesifikkan bahwa orangtua adalah pendidik yang paling utama karena kehadirannya yang lebih dekat dengan anak/peserta didik. Siapa pula di dunia ini yang lahir tanpa orangtua?

Jika dispesifikkan lagi pada dunia sekolah formal, pendidik adalah orang yang sering dipanggil guru. Mereka adalah orang-orang pilihan yang memiliki kecakapan dengan ilmu pendidikan untuk mengemban tugas mulia yakni mencerdaskan siswa sesuai ketentuan yang diatur dalam peraturan yang berlaku.

Siapakah guru masa depan itu?
Melihat penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa guru masa depan itu bukanlah orang yang harus turun dari planet lain. Guru masa depan Indonesia itu adalah orang-orang yang telah menempuh pendidikan sebagaimana peraturan yang berlaku dan memiliki kapasitas yang mumpuni serta memiliki keterpanggilan jiwa untuk mendidik anak-anak Indonesia.

Guru masa depan Indonesia adalah orang-orang yang penuh cinta mengabdikan ilmunya kepada siswa-siswa Indonesia.

Belakangan dilihat di berbagai media bahwa setiap ada masalah yang menyangkut siswa, yang menjadi sorotan adalah sekolah dan guru. Sehingga terkesan bahwa guru memegang tanggung jawab sepenuhnya masalah pendidikan. Gurulah yang harus bertanggung jawab atas semua masalah yang ditimbulkan siswa. Padahal siswa adalah manusia yang dapat dipengaruhi oleh siapa saja dan dapat diawasi oleh bukan guru saja. Faktor lingkungan, teman, keluarga bahkan media adalah hal yang tak bisa diabaikan begitu saja. Mereka juga sebenarnya berpeluang memberikan tanggung jawab dalam hal ini. Coba lihat saja media yang mempertontonkan sinema elektronik berbau kekerasan. Apakah ini cocok untuk siswa? Belum lagi ditambah lingkungan, teman, dan keluarga yang kurang mendukung tumbuhkembangnya karakter anak. Dan lagi-lagi haruskah setiap masalah yang dilakukan siswa menjadi tanggung jawab sekolah dan guru? Inilah yang perlu direnungkan.

Siswa atau peserta didik membutuhkan banyak perhatian dari berbagai elemen. Bukan hanya guru di sekolah. Inilah yang harus disikapi oleh setiap orang. Yang menjadi orangtua berarti harus memiliki rasa tanggung jawab besar terhadap pendidikan dan karakter anaknya. Yang belum menjadi orangtua juga wajib mencerminkan sikap bijaknya menjadi orang dewasa. Penguasa media juga bukan hanya memproduksi hiburan tanpa memperhatikan konten edukasinya. Harus lebih selektif dalam memberikan sinema. Serta para pemangku kebijakan juga memberikan perhatian yang besar terhadap terhadap pendidikan di negeri ini. Pada akhirnya akan terlahir generasi yang benar-benar generasi emas Indonesia.

21-7-2017