Blogger Layouts

Halaman

Sabtu, 04 Juni 2011

Apresiasi Novel

Apresiasi Novel Doa Cinta: Doa Ibu dalam Badai Cinta dan Perjuangan
Karya Sirin M. K.
oleh:
Justianus Tarigan

BAB I

PENDAHULUAN

 

Hakikat Apresiasi Novel

Apresiasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007 : 62) adalah “penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu,” sedangkan “mengapresiasi adalah melakukan pengamatan, penilaian, dan penghargaan (misal terhadap karya seni).” “Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 788). Aminudin (1987 : 34) mengemukakan bahwa apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan  atau kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Apresiasi dikembangkan dengan menumbuhkan sikap sungguh-sungguh dan melaksanakan kegiatan  apresiasi sebagai bagian hidupnya dan sebagai suatu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya.
Apresiasi dalam suatu karya mempunyai tingkatan. Waluyo (2002 : 45) membagi tingkatan apresiasi meliputi, (1) tingkat menggemari, (2) tingkat menikmati, (3) tingkat mereaksi, dan (4) tingkat produktif. Pada tingkat menggemari keterlibatan batin pembaca belum kuat. Pada tingkat menikmati, keterlibatan batin pembaca terhadap karya sastra sudah semakin mendalam. Pada tingkat mereaksi, sikap kiritis terhadap karya sastra semakin menonjol karena ia mampu menafsirkan  dengan seksama dan ia mampu menyatakan keindahan dan menunjukkan dimana letak keindahan itu. Pada tingkat produktif, apresiator mampu menghasilkan, mengkritik, atau membuat resensi terhadap novel secara tertulis.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa apresiasi novel adalah suatu tindakan berupa pengamatan, penilaian, dan penghargaan terhadap sebuah karya sastra, yang dalam hal ini novel. Dalam hal apresiasi ini kita harus memahami unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel yang kita baca itu.
           

BAB II
UNSUR INTRINSIK DAN UNSUR EKSTRINSIK NOVEL

      I.   Unsur Intrinsik Novel
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007 : 1248) menyatakan “unsur adalah bahan asal; zat asal; elemen.” Sedangkan “intrinsik artinya terkandung di dalamnya” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 440). “Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 788). Jadi, yang dimaksud dengan unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur atau elemen-elemen yang terkandung dalam sebuah novel. Unsur intrinsik dalam sebuah novel terdiri atas tema, tokoh dan watak (penokohan), alur cerita (plot), latar cerita (setting), amanat (pesan/tujuan), sudut pandang (point of view), dan gaya bahasa.
1.      Tema
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007 : 1164), “tema adalah pokok pikiran; dasar cerita.”Tema bisa juga diartikan sebagai ide sentral yang mendasari sebuah cerita (dalam hal ini novel). Tema dalam sebuah novel dapat diwujudkan secara tersirat dan dapat juga diwujudkan secara tersurat. Tema yang berwujud tersurat lebih mudah ditangkap daripada tema yang tersirat. Hal ini dikarenakan tema tersirat membutuhkan daya nalar ataupun kemampuan membaca yang tinggi saat membaca novel untuk menemukan tema tersebut sedangkan untuk tema tersurat tidak demikian karena tema tersurat sudah terlihat dari sifat yang ditunjukkan oleh tokoh cerita serta bagaimana jalannya cerita pada novel tersebut.
2.      Tokoh dan Watak (Penokohan)
“Tokoh adalah pemegang peran dalam roman atau drama” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 1203). “Watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 1270). Sedangkan, “penokohan adalah penciptaan citra tokoh dalam karya susastra” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 1203). Jadi, tokoh dan watak dalam sebuah novel adalah pemeran dalam novel itu sendiri dan bagaimana watak setiap pemeran itu.
3.      Alur cerita (Plot)
Alur cerita adalah rangkaian cerita yang disusun sedemikian rupa agar cerita itu lebih menarik. Senada dengan hal ini Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007 : 33) menyatakan “alur adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu,”Alur cerita dalam sebuah novel dapat berupa alur maju, alur mundur, atau alur campuran. Alur maju disusun dengan rangkaian cerita dimulai dari awal menuju akhir cerita. Alur mundur disusun dengan rangkaian cerita dimulai dari akhir menuju awal cerita. Alur campuran disusun dengan rangkaian cerita dimulai dari pertengahan kemudian ke awal baru menuju akhir.
4.      Latar Cerita (Setting)
Latar cerita adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Kamus Besar bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 643).
5.      Amanat
Amanat atau pesan atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca novel. Amanat dapat juga diartikan sebagai hal yang ingin disampaikan pengarang novel kepada pembaca lewat novel tersebut. Amanat dirumuskan sendiri oleh pembaca ketika membaca sebuah novel. Cara menyimpulkan amanat sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca terhadap suatu hal. Meskipun ditentukan berdasarkan cara pandang pembaca, amanat tidak lepas dari tema dan isi novel itu sendiri.
6.      Sudut Pandang (Point of view)
Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, dan waktu dengan gayanya sendiri. Menurut Harry Shaw dalam Mursini dan Atika Wasilah (2010 : 28) sudut pandang ada tiga macam, yaitu sebagai berikut.
1)      Pengarang terlibat (Auther Participation) adalah pengarang ikut ambil bagian dalam cerita sebagai tokoh utama atau tokoh lain, mengisahkan tentang dirinya. Dalam cerita ini pengarang menggunakan kata ganti orang pertama (aku atau saya).
2)      Pengarang sebagai pengamat (Auther Observant) adalah posisi pengarang sebagai pengamat yang mengisahkan pengamatannya sebagai tokoh samping. Pengarang berada di luar cerita dan menggunakan kata ganti orang ketiga (ia atau dia) di dalam ceritanya.
3)      Pengarang serba tahu (Auther Emniscient) adalah pengarang berada di luar cerita (impersonal) tapi serba tahu tentang apa yang dirasa dan dipikirkan oleh tokoh cerita. Dalam kisahan cerita pengarang memakai nama-nama orang dan dia (orang ketiga tunggal).
7.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan dan lisan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007 : 340). Gaya bahasa dalam sebuah novel sangat banyak, diantaranya gaya bahasa metafora, personifikasi, hiperbola, asosiasi, sarkasme, sinisme, asideton, litotes, sinekdhoke, klimaks, antiklimaks, repetisi, paradoks, ironi, dan sebagainya. Gaya bahasa personifikasi membandingkan suatu benda dengan memberinya sifat-sifat seperti manusia, contohnya “angin membelai tubuhku dengan lembut ketika aku sedang duduk meratapi nasib yang sedang menimpa diriku.” Gaya bahasa hiperbola menyatakan sesuatu dengan berlebihan, membesar-besarkan. Contohnya “ harga minyak dunia yang tinggi mengguncangkan Indonesia bahkan dunia.” Gaya bahasa sarkasme menyatakan sesuatu dengan bahasa yang tidak sopan. Contohnya “ Anjing kau! Tak tahu berterima kasih,” dan lain sebagainya.

    II.  Unsur Ekstrinsik Novel
Selain unsur intrinsik, unsur pembentuk sebuah novel juga bisa berupa adalah unsur ekstrinsik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007 : 292) “ekstrinsik adalah berasal dari luar.”Unsur ekstrinsik adalah unsur pembentuk novel yang terdapat di luar novel itu sendiri. Unsur ekstrinsik merupakan hal yang melatarbelakangi penciptaan sebuah novel. Latar belakang itu bisa berkaitan dengan permasalahan kehidupan, falsafah, cita-cita, ide-ide, dan gagasan serta latar belakang budaya yang menopang kisah novel itu (Mursini dan Atika Wasilah, 2010 : 23). Senada dengan hal itu, Wellek & Warren (1956 dalam http://www.anneahira.com/unsur-ekstrinsik-karya-sastra.htm) menyatakan bagian yang termasuk unsur ekstrinsik adalah sebagai berikut.
  1. Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
  2. Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
  3. Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
  4. Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
Sedangkan, menurut Wahyudi Siswanto (2008) untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam dari sebuah prosa/novel kita sebaiknya memahami pengarangnya juga. Pemahaman terhadap seorang sastrawan/pengarang akan semakin lengkap jika dipahami (1) latar belakang sosiologis, (2) latar belakang psikologis, dan (3) latar belakang kebahasaan dan kesastraan pengarang.
Dari ketiga pendapat di atas maka saya menyimpulkan unsur ektrinsik novel adalah sebagai berikut.
1.    Latar belakang sosiologis pengarang
Sebagai makhluk sosial, pengarang juga dipengaruhi oleh latar belakang sosiologisnya yang berupa struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antar unsur-unsur yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, dan lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara kehidupan ekonomi, politik, hukum, agama,  dan sebagainya (Soekanto dalam Siswanto, 1988 : 16). Umar Junus dalam Siswanto (1986 : 10-16) menjabarkan latar belakang sosiologis atas enam faktor: asal sosial, kelas sosial, jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan. Sebagai contoh, ketika Budi Darma sedang menempuh studinya di Bloomington, ia tinggal di apartemen Tulip Tree. Saking cintanya dia kepada Tulip Tree, sampai-sampai Tulip Tree dijadikannya sebagai latar utama dalam novelnya yang berjudul Olenka.
2.    Latar belakang psikologis pengarang
Selain ditentukan oleh sistem organ biologis, perilaku seseorang juga dipengaruhi dan ditentukan oleh jiwa dan akalnya. Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan dari setiap individu manusia disebut kepribadian. Unsur-unsur kepribadian tersebut adalah pengetahuan, perasaan, dan dorongan naluri ( Koendjaraningrat dalam Siswanto, 1986 : 101-111). Suryabrata dalam Siswanto (1987 : 13-70) lebih terperinci lagi mengemukakan bahwa aktivitas manusia mencakup perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, pikiran, perasaan, dan motif-motif. Hal ini juga berlaku bagi pribadi pengarang/sastrawan.
3.    Latar belakang kebahasaan dan kesastraan pengarang
Ketika sastrawan ingin menyampaikan pesannya, ia harus mempergunakan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa tersebut harus dapat dimengerti oleh pembacanya. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan juga berangkat dari bahasa natural, yakni bahasa yang digunakan berkomunikasi  sehari-hari. Meskipun demikian, dengan bekal bahasa natural, sastrawan menciptakan sendiri bahasa yang sesuai dengan sistem sastra.
Sebagai komunikasi yang timbal balik, sistem bahasa yang diciptakan sastrawan ini harus diterima oleh pembaca dengan cara yang sama. Bila tidak, komunikasi ini bisa dikatakan gagal. Itulah sebabnya, bahasa sastra bukan bahasa yang melangar kaidah bahasa natural, tetapi memang mempunyai kaidah tersendiri. Sastrawan dipandang sebagai orang yang mempunyai kreatifitas berbahasa yang lebih dibandingkan dengan anggota masyarakatnya (Brown dan Yule dalam Siswanto, 1986).
Di bawah ini akan dibahas mengenai unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dalam sebuah novel.
Judul novel                    : Doa Cinta: Doa Ibu dalam Badai Cinta dan Perjuangan
Pengarang                      : Sirin M. K.
Penerbit                                     : Edelweiss
Kota terbit                     : Depok
Tahun terbit                   : April 2009, cetakan 1                                               
Sinopsis Novel
Novel ini dimulai dengan kisah tokoh Irkham yang telah pergi studi ke Eropa (Jerman) kemudian diceritakan kembali keadaan keluarganya di kampungnya (Limpah Luwus, Purwokerto).
Setelah menyelesaikan studinya di Jerman, Irkham kembali ke Tanah Air. Di Limpah Kuwus ternyata kekasihnya dulu, Amelia, telah menikah. Irkham sangat terpukul mendengar berita itu, di tambah lagi bahwa ia belum bisa mendapat pekerjaan yang layak setelah tamat kuliah. Ia berbohong kepada ibunya dengan mengatakan ia telah bekerja di Semarang tapi sebenarnya ia malu sebagai lulusan luar negeri tapi pengangguran. Irkham tetap menutupi keburukannya itu kepada ibu dan adiknya. Suatu hari telepon datang dari adiknya bahwa ibunya telah tiada. Irkham bertambah merasa bersalah karena telah membohongi ibunya. Adiknya juga benci kepada Irkham yang telah membohongi dirinya dan juga almarhum ibunya.
Akhirnya, Irkham pergi lagi ke Semarang. Ia bertemu dengan kawan lamanya, Siham. Setelah menjelaskan keluhannya, Siham memberi petunjuk kepada Irkham mengenai suatu pekerjaan. Irkham pun akhirnya bekerja sebagai peneliti dan menggapai cita-citanya sebagai orang sukses. Irkham kembali menjumpai adiknya, Fitri, dan memidahkannya kuliah ke Semarang.
Dalam perjalanan hidupnya, ia masih berhubungan dengan Amel, mantan pacarnya dulu. Suami Amel, Sigit, selalu menyuruh Irkham datang ke rumahnya walau mereka pernah berkelahi. Seiring dengan berjalannya waktu, Sigit dan Amel pun telah punya anak. Dalam kelanggengan keluarganya, Tuhan berkehendak lain. Sigit meninggal dunia karena tabrakan. Sebuah catatan harian Sigit mengungkap curahan hati Sigit bahwa ia tidak menginginkan pernikahannya dengan Amel menyakiti hati Irkham, tapi ia penuhi karena paksaan orang tua. Orang tua Sigit menyadari kesalahan mereka selama ini. Amel dan Irkham akhirnya bersatu.

Hasil analisis novel di atas dibahas di bawah ini.
I.     Unsur Intrinsik Novel
1.      Tema
Tema yang dikemukan dalam novel tersebut mengenai perjuangan menggapai cita-cita dan harapan yang lebih baik di hari esok. Hal ini bisa dilihat di halaman 12-14 yang berbunyi sebagai berikut.
……………………………………………………………………………………………..
“ Pernah suatu malam, Irkham mendapati ibunya tengah menangis di kamarnya ketika ia hendak ke kamar mandi. Biasanya, Irkham selalu cuek dengan kebiasaan ibunya yang selalu sholat malam. Mungkin saking dirinya terbiasa mendengar kalimat takbir ataupun zikir shalat yang sayup-sayup terdengar setiap kali Irkham terbangun untuk ke kamar mandi. Tapi kali ini langkahnya terhenti, tepat di depan kamar ibunya. Tak seperti biasanya ia mendengar jelas suara ibunya yang tengah bermunajat kepada Allah. Yang membuat tertegun, ibunya berkali-kali menyebut namanya dirinya. Entah apa yang tengah dipinta oleh ibunya kepada Sang Pengasih. Yang pasti, ia mendengar jelas permohonan ibunya agar ia diberikan keselamatan, kemudahan, dan kesuksesan dalam menempuh belajar di luar negeri nanti.
………………………………………………………………………………………..........
Sungguh beruntung dirinya mempunyai seorang ibu yang selalu memerhatikan dan menyayanginya. Karena perhatian dan kasih sayang ibu adalah doa dan salah satu benteng pertahanan dan perjuangan hidup manusia. Mulai saat itu, ia pun berjanji akan selalu mengingat-ingat pengalaman malam itu dan bertekad segera mewujudkan doa dan harapan ibunya.”
2.      Alur Cerita atau Plot
Alur dalam novel ini adalah alur campuran, yaitu cerita yang dimulai dari tengah kemudian ke awal baru menuju akhir. Cerita dimulai dengan kisah tokoh Irkham yang telah pergi studi ke Eropa (Jerman) kemudian diceritakan kembali keadaan keluarganya di kampungnya (Limpah Luwus, Purwokerto). Setelah menyelesaikan studinya di Jerman, Irkham kembali ke Tanah Air. Di Semarang ia mencari kerja. Setelah mendapat cobaan yang berat, yakni kekasihnya yang telah menikah dengan orang lain tanpa sepengetahuannya, kepergian ibunya, pengangguran, dan dibenci adiknya karena berbohong, ia akhirnya mendapatkan jalan yang tak ia sangka-sangka. Melalui Siham, kawan lamanya dulu, Allah  menunjukkan jalan kepada Irkham hingga mengantarkannya menuju kesuksesan dan menggapai cintanya kembali.   
3.      Amanat
Amanat dalam novel tersebut adalah
1)      Berusaha untuk menggapai cita-cita dan selebihnya berserah dirilah kepada Tuhan
2)      Jodoh, kematian, dan rezeki hanya Tuhan yang tahu

4.      Tokoh dan Watak
a.       Irkham, wataknya
a)      Pintar
“Kini, setelah ia (Irkham) berhasil meraih beasiswa dan menyandang predikat mahasiswa S-2 di Jerman, tas itu masih menyertai petualangannya.” (halaman 8)
“Irkham adalah salah satu lulusan terbaik di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Ia telah memberikan banyak prestasi untuk kampus kebanggaannya itu. Mulai dari prestasi akademik, lomba karya ilmiah, debat ilmiah, sampai pidato bahasa Inggris.” (halaman 37)  
b)      Berakhlak baik
“kata-kata itulah yang terkadang membuat Irkham sangat bersyukur kalau dirinya di mata orang lain termasuk anak yang berbakti kepada prangtua.” (halaman 67)
“Sudah menjadi kebiasaan, Bu Sumirah selalu tiduran di depan TV selepas sholat Isya. Sudah menjadi kebiasaan pula, Irkham selalu memijat kaki ibunya. Inilah salah satu bentuk bakti Irkham kepada ibunya.” (halaman 68)
c)       Optimis
“Yang penting Biyung dan Fitri sehat-sehat saja. Itu sudah cukup untuk sekadar mengobati rasa kangen di hatiku. Aku tidak perlu lama-lama di sini, aku harus segera kembali mengadu nasib di Semarang. Aku harus segera menebus setiap doa dan cinta yang telah Biyung berikan kepadaku selama ini. Aku harus bisa membayarnya dengan kesuksesan dan kebahagiaan. Biyung, doakan anakmu ini, semoga cepat mendapatkan pekerjaan yang layak!” (halaman 258)

b.      Amelia, wataknya
a)      Berakhlak baik
“…………………..
Di matanya, Amel adalah gadis yang cantik, periang, sayang sama orangtua, dan menghargai laki-laki. Jarang sekalai ada gadis seperti dirinya yang mau berteman, apalagi menjalin kasih dengan laki-laki seperti dirinya. Amel tahu persis kondisi keluarganya. Anak miskin dan yatim. Tapi Amel begitu tulus mencintainya dan menyayangi keluarganya. Sungguh beruntung dirinya bisa berpacaran dengan Amelia.
………………” (halaman 31)
“……………………
“Duh… Aku jadi tambah bangga sama kamu, Mel. Terima kasih ya, telah mengingatkan aku.”
“Sama-sama, Mas. Sudah sepatutnya kita sesama muslim untuk nasihat-menasihati dalam hal kebenaran dan kesalahan.”
……………………………..” (halaman 46)
b)      Bersosialisasi dan berserah diri kepada Allah dalam menghadapi masalah
“Bu Sumirah menggenggam tangan Amelia dengan hangat. “Amelia sayang, kamu tidak usah bingung atau sedih. Semuanya sudah jelas, Allah telah memberikan petunjuk. Kamu jangan berprasangka buruk dulu. Belum tentu apa yang kamu anggap baik, berarti baik juga menurut Allah. Bisa jadi, apa yang kamu benci malah itu yang terbaik menurut Allah. Sebaliknya, sesuatu yang kamu anggap baik ternyata malah bukan yang dikehendaki oleh Allah. Ibu tidak akan marah, apalagi memaksa kamu untuk menunggu Irkham. Cepatlah kamu temui ayah kamu dan ikuti saran mereka. Pasti hidup kamu akan bahagia dunia-akhirat. Ridha Allah itu tergantung ridha orangtua dan murka Allah itu tergantung pada murka orangtua. Langkahkan kakimu dengan penuh keyakinan. Tatap masa depanmu dengan penuh keikhlasan. Jadilah generasi muda yang tegar!”” (halaman115)

c.       Sigit, wataknya
a)      Penurut
“Tak tahan dengan sikap Amel yang kaku, Sigit langsung berkata, “Aku mengerti perasaan kamu sekarang ini. Perkenalan ini atas keinginan orangtua kita. Terus terang aku juga tidak setuju dengan rencana mereka. Tapi, apa mau dikata. Sebagai anak, aku tidak mau dibilang sebagai anak yang tidak berbakti pada orangtua. Toh, ini masih dalam taraf perkenalan. Masih ada peluang bagi kita untuk menemukan arah sendiri. Jadi, anggap saja orangtua kita seperti halnya teman yang mencomblangi kita!”” (halaman 109)
b)      Penyabar
““Ya Allah, bukakanlah hati istriku! Agar ia mau menerimaku sebagai suaminya. Bimbinglah dia agar menjadi istri yang salehah sehingga kami bisa mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah, amin!” Sigit berdoa dalam hati.” (halaman 144)

d.      Bu Sumirah, wataknya
a)      Taat beribadah
“Ia tak menyangka, di tengah kesibukan dan perjuangannya sebagai seorang ibu sekaligus kepala rumah tangga, ibunya selalu menyempatkan diri di malam-malam tidurnya untuk bermunajat. Ia juga tak menyangka akan sedramatis itu pengorbanan sang ibu. Pagi, siang, dan malam dilaluinya dengan perjuangan dan pengorbanan hanya untuk sebuah doa dan harapan agar amanah yang dititipkan oleh Allah, yaitu anak-anaknya, bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.” (halaman 13)
b)      Penyabar
““Fitri anakku, Biyung yakin kalau kamu itu anak yang baik, sopan, dan paham dengan tata krama. Tidak selayaknya kamu bersikap kasar seperti tadi. Biyung tahu kamu masih kesal sama Amel. Tapi sebagai seorang muslimah yang baik, kita harus senantiasa menghormati tamu yang datang ke rumah kita. Apalagi, Amel kan sudah minta maaf. Masa kamu tidak mau memafkan dia. Allah saja Maha Pengampun. Sangat berdosa jika ada orang yang meminta maaf, kita tidak memaafkannya. Amel sudah berniat baik. Ia datang ke sini untuk bersilaturahmi. Kamu malah memutuskannya. Kamu yang sabar ya, Ndho!”” (halaman 114-115 )
c)      Pekerja  keras/tegar
“Namun tidak bagi keluarga Bu Sumirah. Mereka termasuk keluarga yang rajin dan giat bekerja. Cuaca dingin tidak menghambat mereka beraktivitas.
Tampak sebuah mobil angkutan desa berhenti di depan warung. Seorang perempuan paruh baya turun dari mobil itu. ia tak lain adalah Bu Sumirah. Ia adalah satu-satunya orangtua Irkham yang masih tersisa di dunia. Bapaknya telah lama meninggal. Jadilah Bu Sumirah seorang ibu sekaligus kepala keluarga yang harus menghidupi dan menyekolahkan Irkham dan adiknya seorang diri.” (halaman 33)

e.       Fitri, wataknya
a)      Anak yang ramah dan penyayang
“Fitri yang melihat wajah Ibunya merasa kasihan dan langsung memberikan minuman teh hangat yang sengaja dibawanya dari rumah.
“Nih, Yung, biar pusingnya hilang!”
“Makasih, Fit.’
“Mas Irkham beli karcisnya ke mana sih, Yung, kok lama banget?”
“Sabar, paling sebentar lagi.”
“Yung, coba deh lihat anak-anak kecil itu!”
Fitri menunjuk anak-anak kecil yang naik-turun bis. Mencari uang dengan mengamen.
“Memangnya kenapa?”
“Kasihan, ya, Yung! Kecil-kecil sudah harus mencari uang. Padahal liburan kayak gini kan enaknya buat main, nonton TV dan senang-senang.”
“Makanya kamu harus bersyukur. Bisa sekolah, makan, tidur, dan bersantai ria di hari libur. Dan kalau disuruh bantu orangtua, mesti nurut, ya!” Bu Sumirah membalasnya dengan nasihat.” (halaman 51)
f.       Siham, wataknya
a)      Pandai berteman dan tahu terima kasih
“Siham sudah paham dengan kondisi temannya itu, Irkham tidak akan semurung itu, apalagi sampai melamun kalau tidak sedang mengalami masalah yang berat.
Melihat Irkham hanya diam saja, Siham kembali bicara, “Kham, kamu ndak perlu sungkan sama aku. Aku ini teman kamu. Selama ini kamu telah banyak menolong aku hingga aku bisa begini. Sudah seharusnya aku melakukan hal sama dengan kamu.”” (halaman 283)

5.      Sudut Pandang Pengarang
Sudut pandangnya pengarang serba tahu atau pengarang berada di luar cerita. Hal ini terlihat dari pemberian nama tokoh dalam novel tersebut.
“Irkham duduk di atas tas miliknya di stasiun kereta bawah tanah. Ia menyandarkan punggungnya pada dinding stasiun yang terbuat dari batu marmer. Dinding itu terasa dingin, jauh lebih dingin dari hembusan hawa air conditioner yang menebar ke setiap jengkal sudut stasiun.” (halaman 1)
“sekitar jam 10 keesokan harinya, Amelia datang. Sejak kepergian Irkham ke Jerman untuk melanjutkan kuliahnya, Amelia memang sering mengunjungi Bu Sumirah dan Fitri. Hubungan mereka sudah seperti keluarga. Setiap ada acara di keluarga Irkham, Amelia selalu diminta datang………………………..” (halaman 99)

6.      Latar Cerita atau Setting
Latar cerita dalam novel tersebut berada di:
a)      Kota Berlin (Jerman)
“”Oh, inilah kota Berlin!” Kota yang begitu indah dan hangat. Kota tua itu sungguh tampak eksotik dan mewah. Beberapa bangunan klasik masa romantisme berjejer berdampingan dengan julangan bangunan modern. Danau dan sebaris sungai yang berkelok-kelok tampak membelah kota berkontur perbukitan itu.” (halaman 19)
b)      Limpah Kuwus (Purwokerto)
“pagi itu, sang surya tampak enggan menampakkan sinarnya. Hawa dingin masih menyelimuti desa Limpah Kuwus yang berada di sebelah utara Purwokerto.” (halaman 32)
c)      Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)
“memasuki kawasan kampus Unsoed, Irkham langsung memarkirkan sepeda motornya di sebelah gedung administrasi. Dengan langkah penuh semangat, ia masuk gedung dan menyelesaikan semua urusan terkait rencana studinya ke Jerman. Setengah jam kemudian ia keluar gedung dengan wajah cerah.” (halaman 39)
d)     Rumah Sigit/Amel
“Irkham buru-buru pergi dari rumah orangtua Amel. Perasaannya campur aduk. Rasa marah dan kecewa serasa api dalam sekam. Dadanya panas membara. Dengan kecepatan tinggi, motor yang dikendarainya melaju ke arah Perumahan Purwosari yang terletak di sebelah utara Sekolah Polisi Negara (SPN) Purwokerto. Tak terlalu sulit baginya untuk menemukan alamat rumah Amel. Terbukti, tak sampai setengah jam, Irkham sudah sampai di rumah Amel yang baru. Dipencetnya bel yang ada di depan pagar rumah. Setengah menit kemudian, seorang pembantu di rumah itu keluar menghampiri Irkham.” (halaman 192)
e)      Toledo
“Saat mereka memasuki gerbang kota, terlihat sebuah patung benteng yang besar. Sebenarnya Toledo terkenal dengan arena pertunjukan adu benteng dengan Matador. Tapi mereka tak akan berkesempatan menyaksikan pertunjukan tersebut, karena musimnya belum tiba. Di dalam kota ini, terasa sekali suasana kota turisnya. Restoran berderet-deret diselingi toko-toko souvenir dengan spesialisasi keramik, perak, dan kuningan.” (halaman 87)
f)       Roma
“Hari-hari di Roma memang sangat melelahkan. Hampir tidak ada waktu bagi Irkham untuk istirahat. Rasanya mau copot saja tulang-tulang yang menyangga tubuhnya. Kalau bukan karena impian untuk membahagiakan ibu dan adiknya, mungkin ia sudah meninggalkan pekerjaan itu sejak awal. Tapi apa mau dikata, ia terlanjur memutuskan untuk merantau ke Roma.” (halaman 149-150)
g)      Semarang
“Di Semarang, Irkham menyewa satu kamar berukuran 2 x 3 meter. Pikirnya, cukup untuk tempat berteduh selama ia mencari pekerjaan. Ia tinggal bersama puluhan penghuni kos lainnya……………………………….” (halaman 244)

7.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang dipergunakan dalam novel ini adalah sebagai berikut.
a.       Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia.
Contoh:
“Hawa dingin masih menyelimuti desa Limpah Kuwus yang berada di sebelah utara Purwokerto”. (halaman 32)
b.      Metafora
Metafora adalah gaya bahasa perasosiasian yang digunakan untuk menyatakan suatu hal atau peristiwa tidak secara literal (harfiah) tetapi dengan menggunakan suatu perbandingan secara langsung.
Contoh:
“Maklumlah, sudah bertahun-tahun mereka tercerabut dari akar budayanya sendiri dan harus hidup dikelilingi orang-orang dan budaya-budaya asing yang belum menyatu dengan jiwa mereka”. (halaman 10)
c.       Simile
Simile adalah gaya bahasa yang langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Biasanya mempergunakan kata-kata seperti, seperti, bagai, bak, seumpama, seolah, dan sebagainya
Contoh:
“Mereka  seolah hanyut dalam komunikasi batin yang tak bisa dijabarkan lewat kata-kata”. (halaman 369)
d.      Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang menyatakan suatu benda, hal atau peristiwa dengan cara melebih-lebihkan lukisan agar lebih menarik perhatian.
Contoh:
“Mendengar cerita Fitri, batin Irkham terasa diiris-iris sembilu”. (halaman 155)
Hatinya tersayat seolah tak rela mendengar rintihan ibunya yang begitu menyayat kalbu, memohon-mohon semoga anaknya diberikan kesuksesan dan kebahagiaan”. (halaman 13)
       III.   Unsur Ekstrinsik
1.  Latar belakang sosiologis
Latar belakang sosiologis seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa pengarang tidak akan terpisahkan dari kehidupan sosialnya. Sirin M.K. sebagai pengarang novel ini berasal dari kelas sosial yang mapan secara ekonomi karena bekerja sebagai dosen. Selain itu, pengarang mungkin bisa berasal dari Purwokerto karena pengarang mampu menggambarkan Purwokerto secara mendetail dalam novel ini.
Dalam novel ini disinggung mengenai kuliah. Tentu hal ini dipengaruhi oleh status pengarang yang bekerja sebagai dosen, dimana sebelum memperoleh kedudukan sebagai dosen tentu pengarang novel ini harus belajar keras hingga memperoleh hasil yang memuaskan seperti saat sekarang ini. Secara gender, pengarang ini memang berjenis kelamin laki-laki tapi penggambaran mengenai sikap ini tidak begitu ketara dalam novel ini.
2.      Latar belakang psikologi
Latar belakang psikologi pengarang yang di dalamnya terdapat aspek kepribadian. Dari aspek kepribadian ini terdapat pula aspek dorongan naluri. Aspek dorongan naluri ini juga ada bermacam-macam, yaitu dorongan untuk mempertahankan hidup, seks, usaha mencari makan, untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia, meniru tingkah laku sesamanya, berbakti dan akan keindahan. Dan salah satu lagi, yaitu dorongan akan rasa ketuhanan (ini bagi orang yang yang religius).
Dari aspek rasa ketuhanan, yang kebetulan novel ini adalah novel religius tapi masih relevan dibaca secara universal, novel ini mencerminkan hal itu. Rangkaian cerita yang disusun secara islami dalam novel karangan Sirin M.K. ini adalah salah satu bentuk aspek dorongan naluri, khususnya pada orang yang religius.
Selain dari aspek dorongan naluri (rasa ketuhanan) yang juga bisa terterima adalah dorongan untuk berbakti. Berbakti maksudnya di sini adalah menyumbangkan pemikiran lewat tulisan (pesan novel) agar pembacanya menjadi lebih luas wawasannya setelah membaca novel ini.

3.  Latar belakang kebahasaan dan sesastraan pengarang
Latar belakang mengenai kebahasaan dan kesastraan merupakan hal yang penting untuk memahami karya pengarang sekaligus mengenal pengarang. Sirin M.K. sebagai pengarang novel ini yang berasal dari status dosen dan juga telah beberapa kali melahirkan karya tulisnya tentu bisa dikategorikan sebagai pengarang yang berpengalaman. Hal ini juga bisa dilihat dari tulisannya, yakni novel yang dianalisis ini, Doa Cinta: Doa Ibu dalam Badai Cinta dan Perjuangan. Novel ini walaupun tidak best seller tapi mampu memberikan kesan yang cukup bagus bagi pembacanya. Jalinan ceritanya sungguh luar biasa sehingga pembaca merasa seolah-olah langsung menyaksikan kejadian yang dilukiskan dalam novel ini.








BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembangun novel itu terbagi atas dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur atau elemen-elemen yang terkandung dalam sebuah novel. Unsur ekstrinsik adalah unsur pembentuk novel yang terdapat di luar novel itu sendiri. Unsur intrinsik dalam sebuah novel terdiri atas tema, tokoh dan watak (penokohan), alur cerita (plot), latar cerita (setting), amanat (pesan/tujuan), sudut pandang (point of view), dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik terdiri atas latar belakang sosiologis pengarang, latar belakang psikologis pengarang, dan latar belakang kebahasaan dan kesastraan pengarang.
Setelah memahami unsur-unsur pembentuk novel, baik itu unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik, kita akan lebih mudah melakukan apresiasi terhadap novel tapi harus kita mengetahui bahwa menganalisis sebuah novel itu tidak mudah, untuk itu kita harus sering berlatih. Kita berlatih tentunya dengan sering membaca novel. Karena selain mendapatkan hiburan dari novel yang dibaca, kita juga bisa memetik hikmah dari pesan yang disampaikan pengarang dalam novelnya.











DAFTAR PUSTAKA


Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
M. K., Sirin. 2007. Doa Cinta: Doa Ibu dalam Badai Cinta dan Perjuangan. Depok: Edelwiss
Mursini dan Atika Wasilah. 2010. Diktat Teori Sastra. Medan: FBS, Unimed
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta : PT Grasindo
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Surakarta: Erlangga
http://www.anneahira.com/unsur-ekstrinsik-karya-sastra.htm

Jumat, 27 Mei 2011

kumpulan cerpenku

Angle di Puncak Sibayak
Oleh: Justianus Tarigan
Yakin betul dalam diriku. Dia adalah wanita yang sangat aku kenal. Dia bukan orang yang jauh dari keseharianku. Hawa tentangnya selalu bisa kutangkap saat kami berjumpa. Tapi entahlah. Dia mungkin bukan siapa-siapaku sehingga ia tak pernah menangkap hal yang sama denganku.
###
Berawal dari pertemuan di puncak Sibayak. Ia melangkah ke arahku seolah aku yang ia tuju tapi ternyata bukan. Di belakangku ada sebuah batu yang angle-nya sangat bagus dijadikan tempat berfoto untuk mengambil kawah gunung.
Aku tak ambil pusing tentang kejadian itu. Dia juga sama apa adanya. Berjalan sambil memanggul ransel membuat dia sedikit kualahan untuk mengambil pemandangan itu. Dengan sedikit berbaik hati aku angkat bicara.
“Tasnya diletak dulu kak. Nampaknya ransel kakak berat kali. Biar memfotonya tak kesusahan.”
Ia hanya tersenyum manis padaku. Ia rupanya tak berani meletakkan tasnya itu. Kulihat badannya sedikit oyong saat ia mau mengambil pemandangan alam di kaki gunung. Kakinya terpeleset saat batu yang diinjaknya bergeling. Maklum di atas puncak Sibayak batunya memang seperti bergerak alias longgar.
“Ei… pelan-pelan. Sini ranselnya aku yang jaga biar kakak bisa lebih leluasa mengambil fotonya.” “Terima kasih, ya,” ia melangkah saat ranselnya ia lepaskan dari tubuhnya yang langsing itu. Kamera yang tergantung di lehernya sepertinya membisikkan padanya bahwa ia masih lapar akan pemandangan itu.
Saat matahari pagi terlihat malu-malu menunjukkan wajahnya sang Kakak pun tak melewatkannya. Ia mengambil pemandangan dari berbagai angle. Saat selesai ia tangkap, ia melihat hasilnya. Jika belum puas maka ia men-delete kemudian mengambilnya lagi.
###
Ia duduk di batu sebelah ranselnya. Sambil meneguk air mineral yang rasanya pasti sangat dingin ia memalingkan wajahnya ke arah cekungan yang ada di puncak Sibayak itu. Cekungan itu berair seolah danau. Airnya hangat tapi di sebagian tempat ada yang panas. Memasak telur aja bisa.
Bisa kulihat hasil potret kakak, aku berujar untuk memulai pembicaraan.
“Boleh,”  ia menjawab sambil mengulurkan kamera itu kepadaku.
Sambil melihat hasil tangkapannya kami bercerita tentang Sibayak. Sesekali kupuji hasil potretannya yang kurasa luar biasa. Cerita punya cerita, ia juga ternyata merasa risih dengan panggilan kakak. Ia memintaku agar memanggilnya Dila sesuai namanya. Baru kami kenalan. Serasa perkenalan sudah sedikit menjalar ke masalah pribadi. Pacarlah, mantanlah, jalan-jalan ke Sibayak ini bersama kekasihlah, tak ada sekat di antaranya lagi.
Udara sejuk menggoda kami terhiraukan oleh kehangatan mentari yang indah. Turun gunung di hari siang bukan penghalang bagi kami dan juga rombongan. Kenikmatan di hari ini tak terbayar oleh harga dolar sekali pun. Kedekatan itu kami nikmati tak hanya sebagai teman, kemesraan terlihat melebihi sejuk dan senangnya hari ini.

Biodata Pribadi Penulis

Nama         : Justianus Tarigan

NIM          : 2103111034

Stambuk    : 2010

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan

Senin, 23 Mei 2011

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR


meningkatkan semangat belajar dengan motivasi diri sendiri

oleh:
Justianus Tarigan
nim 2103111034

1.      Pendahuluan
Kuliah adalah idaman banyak pelajar. Menjadi mahasiswa merupakan kebanggaan tersendiri karena bisa menginjakkan kaki ke jenjang perguruan tinggi, apalagi perguruan tinggi favorit. Rata-rata orang mempercayai bahwa kuliah adalah solusi untuk memperoleh masa depan yang lebih baik. Dengan kuliah, diharapkan bisa mendapat pekerjaan yang baik dan kehidupan yang lebih layak. Anggapan ini memang tidak salah karena kuliah adalah pendidikan. Wajar saja orang beranggapan pendidikan adalah solusi untuk memperbaiki nasib.
Bagi orang yang mampu menginjakkan kaki ke jenjang perguruan tinggi, layaklah diucapkan selamat. Walaupun, saat sekarang ini kuliah bukan lagi dipandang sama luar biasanya pada zaman dahulu. Hari ini kita kuliah karena tuntutan zaman yang semakin mendesak. Era teknologi menuntut kita untuk bisa bersaing agar mampu bertahan hidup. Salah satu solusi yang diperkirakan lebih baik adalah dengan belajar hingga ke perguruan tinggi.
Sebelum memperoleh predikat sebagi mahasiswa, banyak hal yang harus dipersiapkan siswa untuk mencapai tujuan itu, terutama harus lulus dari sekolah lanjutan. Lulus dari sekolah lanjutan, siswa masih dihadapkan dengan rintangan, yakni mengikuti ujian saringan. Dalam hal ini, tergantung kepada perguruan tinggi yang dipilih. Jika perguruan tinggi yang dipilih mewajibkan calon mahasiswanya untuk mengikut ujian saringan seperti SNMPTN atau sejenisnya, maka siswa itu harus giat belajar agar bisa lulus dan diterima di perguruan tinggi itu. Bagi yang lulus ujian wajar saja kalau dia berbangga diri karena bisa memenangkan persaingan dari ribuan pesaing. Tapi, lulus ujian bukan berarti jalan telah mulus ke depan. Lulus ujian berarti sudah siap untuk ditempah. Seperti ungkapan yang sering didengar “masuknya susah, keluarnya juga susah.”

Dalam makalah ini penulis hanya menjelaskan tiga hal, yaitu (1) penyesuaian diri dengan perkuliahan, (2) cara belajar yang efektif, dan (3) memilih lingkungan tempat tinggal.
1.      Penyesuaian diri dengan perkuliahan
Gelar mahasiswa sudah teraih. Perasaan senang dan bangga tentu menghiasi hati. Jerih payah selama ini telah terbayar oleh kata “lulus”, sehingga bisa menggondol gelar mahasiswa di perguruan tinggi yang dikehendaki.
Semangat yang menggebu-gebu ketika ingin kuliah semakin bertambah setelah diterima di perguruan tinggi. Namun, semangat itu ternyata tidak selamanya menyala-nyala, ia bisa naik dan bisa juga turun. Pada saat pertama kuliah kita memang menikmati kuliah tapi ketika begitu banyak tugas yang diberikan dosen baru kejenuhan itu mulai datang. Untuk itu, perlu dibuat penawarnya agar ketika semangat belajar turun, turunnya tidak terlalu drastis sehingga bisa ditanggulangi.
Pendidikan di bangku kuliah berbeda dengan pendidikan di bangku sekolah lanjutan. Jika di bangku sekolah lanjutan harus mengenakan pakaian seragam, sedangkan di bangku perkuliahan pakaian sudah bebas. Jika di sekolah lanjutan siswa mendapat perhatian cukup dari guru, sedangkan di perkuliahan tidak demikian. Jika di sekolah lanjutan terkesan guru yang lebih aktif, sedangkan di perkuliahan mahasiswa yang lebih aktif, dan sebagainya. Intinya, mahasiswa sudah dianggap dewasa sehingga dibiasakan untuk belajar mandiri.
     Hal di atas adalah sebagian perbedaan yang tampak antara perkuliahan dengan sekolah lanjutan. Sebenarnya yang paling menonjol di perkuliahan itu adalah sistem belajar yang dikenal sebagai Sistem Kredit Semester (SKS), yang disusun menjadi rencana studi. Rencana studi yang disusun mahasiswa setiap semester menjadi pijakan dalam mengikuti perkuliahan, tentu juga ditunjang dengan norma-norma yang berlaku di perguruan tinggi.
     Menanggapi hal di atas, tentu setiap mahasiswa memiliki cara pandang yang berbeda-beda . Ada mahasiswa yang sangat  menikmati perkuliahan, sedangkan ada juga yang tidak. Tapi yang  pasti, mahasiswa harus menjiwai setiap dosen yang mengajar. Mengenal bagaimana karakter dosen merupakan kunci awal untuk menyukai mata kuliah yang diajarkannya. Jika sudah mengenal dan menyukai dosennya tentu memudahkan kita mengikuti perkuliahan.
2.      Cara belajar yang efektif
     Seorang mahasiswa harus bisa membuat cara belajar yang menyenangkan baginya. Ia harus mengokohkan paradigmanya bahwa belajar adalah kewajibannya. Ia harus sadar bahwa ia sendiri yang memutuskan untuk kuliah. Ia juga harus mengerti bahwa tugas-tugas yang ia kerjakan dalam tuntutan perkuliahan adalah sebuah kewajaran bukan paksaan atau hukuman. Atau dengan kata lain, mahasiswa harus bisa menjalani dan menikmati perkuliahannya dengan kesadaran diri bahwa itu semua ibarat jembatan menuju kesuksesannya.
Mengutip pendapat Washington Irving yang menyatakan “orang yang mulia memiliki tujuan yang jelas, sedangkan selain mereka hanya memiliki ilusi,” maka sebagai mahasiswa kita harus mengetahui tujuan kita kuliah. Kita harus memahami apa sebenarnya makna kuliah itu. Fathimah Muhammad dalam bukunya Meraih Prestasi Puncak mengajak mahasiswa untuk menentukan motivasi sendiri dalam belajar dan meraih prestasi gemilang. Caranya dengan mengungkapkan kalimat-kalimat motivasi itu di karton kemudian menempelkannya di tempat yang mudah terlihat agar ketika semangat belajar sedang turun, tulisan itu bisa dibaca sehingga mampu mengobarkan kembali api semangat dalam diri.
Contoh kalimat motivasi belajar yang dapat dibuat yaitu sebagai berikut.
a.      Keluarga dan guru-guruku berharap banyak dariku. Mereka tidak boleh kecewa. Keluargaku telah bekerja keras untuk memenuhi kebutuhanku dan mendukungku baik secara materil dan mental. Balas terbaik yang dapat kupersembahkan pada saat ini adalah prestasi yang gemilang, sehingga mereka merasa bahwa kerja keras mereka tidak sia-sia dan benih yang mereka tanam dan rawat siang dan malam, kini mulai berbuah. (Fathimah Muhammad, 2005 : 4)
b.      Motivasiku untuk berprestasi dan sukses belajar adalah kecintaanku terhadap tanah airku yang membutuhkan kerja keras agar aku bisa mendapat posisi yang terhormat. Jika aku sukses dan berprestasi berarti aku berbakti kepada negeriku tercinta, jika aku gagal berarti aku semakin membebani negara karena biaya yang dikeluarkan negara untukku sangat besar. (Fathimah Muhammad, 2005 : 4)
c.      Prestasiku harus baik di semester ini karena itu merupakan bukti syukur dan kepatuhanku kepada Tuhanku. (Fathimah Muhammad, 2005 : 4)
d.      Indeks Prestasiku harus di atas 3,5.
e.      Aku harus membaca setiap malam minimal satu jam setengah.
Setelah menyusun kalimat motivasi itu dan menempelkannya di dinding kamar yang mudah terlihat, berarti kita telah menyusun sebagian tujuan perkuliahan. Sekarang yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana kita bisa merealisasikannya. Caranya tentu dengan belajar secara berkessinambungan dengan penuh keikhlasan dan dibarengi dengan berserah diri kepada Sang Pencipta. Ada kata bijak mengatakan “sebagian manusia hanya memimpikan kesuksesan, sedangkan lagi segera bangun bekerja keras sehingga mereka sukses.”
Mahasiswa seharusnya tidak bisa berpangku tangan. Ia harus mempunyai prinsip dalam belajar. Gaya hidup no time for lazy harus ditumbuhkembangkan di kalangan mahasiswa. Keingintahuan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan harus tercermin dalam diri mahasiswa.
Sejalan dengan ini Samsuri dalam artikelnya yang berjudul ”Etos Ilmu Pengetahuan” yang dimuat dalam buku Menabur Benih Menuai Kasih: Persembahan Karya Bahasa, Sosial, dan Budaya untuk Anton M. Moeliono pada Ulang Tahunnya yang ke-75 menyatakan bahwa keingintahuan itu ternyata sudah ada sejak manusia kecil. Inilah salah satu anugrah Tuhan yang sangat penting. Penambahan pengetahuannya tentang dunia sekelilingnya menambah dan memupuk rasa ingin tahunya karena disadarinya bahwa pengetahuannya tentang segala sesuatu di sekelilingnya merupakan pemecahan masalah yang dihadapi di dunia ini.
Rasa ingin tahu akan membawa mahasiswa untuk mencari kebenaran suatu ilmu pengetahuan. Kebenaran itu akan dicari berdasarkan sumber tertulis atau tidak berdasarkan pengujian melalui penelitian ilmiah. Jika mahasiswa menghendaki pengujian melalui penelitian ilmiah, maka hal ini lebih baik. Dengan demikian, penelitian sebagai salah satu tri darma perguruan tinggi bisa dimaksimalkan realisasinya.
Teknik Belajar
Rasa ingin tahu yang tinggi akan menjadi pemompa semangat belajar mahasiswa. Agar semangat belajar bisa dipertahankan perlu mengetahui cara belajar yang efektif agar kuliah dapat dijalankan dengan menyenangkan. Rumasi Simaremare (2011 : 11) menyatakan tiga hal pokok yang berkaitan dengan teknik belajar, yakni (1) cara-cara mengikuti kuliah, (2) cara belajar di luar kuliah atau praktikum, dan (3) cara-cara bertanya.
Agar bisa berhasil mengikuti perkuliahan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu persiapan diri sebelum kuliah, mencatat kuliah, dan mencerna hasil kuliah. Ketiga hal ini harus dilaksanakan bila ingin sukses kuliah. Jika hanya mengikuti dua dari tiga poin yang dicantumkan, maka perkuliahan akan terhambat. Bagaimana bisa kuliah sukses jika tidak pernah ada persiapan diri sebelum kuliah. Begitu juga dengan hal lainnya, apa yang didapat jika selesai mengikuti perkuliahan tidak pernah mencerna hasil kuliah.
Cara belajar di luar waktu kuliah bisa dikaitkan dengan belajar mandiri. Membaca buku di perpustakaan ketika waktu kuliah kosong merupakan hal yang paling baik. Menghabiskan waktu tanpa memanfaatkannya untuk belajar merupakan tindakan pemborosan. Selain itu, pemanfaatan waktu kosong kuliah untuk melakukan praktikum juga tidak kalah pentingnya. Mengingat tugas mahasiswa itu sangat banyak, untuk itu waktu kosong bisa dijadikan peluang untuk mengerjakan tugas termasuk praktikum.
Selain dua hal di atas, cara bertanya perlu juga diperhatikan. Cara bertanya berhubungan dengan teknik belajar karena lewat bertanya kita bisa meminta penjelasan mengenai hal-hal yang perlu dipertanyakan, tentunya yang belum dipahami. Bertanya bukan hal yang dilarang tapi harus mengetahui cara bertanya yang efektif. Cara bertanya efektif maksudnya bertanya dengan penuh kesopanan, mampu menyusun pertanyaan dengan singkat dan jelas, dan pertanyaan bukan untuk menguji dosen/pemateri.
Strategi Belajar
Slameto (2010 : 73) menyatakan ada empat belas strategi belajar. Keempat belas itu adalah (1) keadaan jasmani, (2) keadaan emosional dan sosial, (3) keadaan lingkungan, (4) memulai belajar, (5) membagi pekerjaan, (6) adakan control, (7) pupuk sikap optimis, (8) waktu bekerja, (9) buat suatu rencana belajar, (10) mempergunakan waktu, (11) belajar keras tidak merusak, (12) cara mempelajari buku, (13) mempertingi kecepatan membaca, dan (14) jangan hanya sekadar membaca.
Keadaan jasmani menyangkut masalah kesehatan fisik mahasiswa. Jika fisiknya kurang sehat maka belajar juga kurang semangat. Bagaimana mungkin seorang mahasiswa bisa fokus belajar jika kepalanya pusing atau ngantuk. Untuk itu, kesehatan prima harus tetap terjaga agar belajar tidak terkendala.
Menjaga kesehatan bisa dilakukan dengan pola makan teratur, tidur yang teratur, serta berolahraga. Pola makan juga harus dilihat dari kandungan yang dimakan. Asupan gizi empat sehat lima sempurna harus terpenuhi agar badan tetap sehat.
Keadaan emosional seorang mahasiswa harus tetap terjaga. Jangan terlalu takut untuk gagal. Ketakutan yang berlebihan dapat menghambat prestasi belajar. Jika kita lirik sebentar film India yang berjudul Three Idiots yang salah satu pemainnya bernama Raju Rastogi, kita mengetahui bahwa dia seorang yang sangat takut gagal sehingga membuat nilainya selalu anjlok, tapi setelah ia melepas ketakutannya itu, ia akhirnya bisa sukses menggapai cita-citanya.
Keadaan belajar turut mempengaruhi konsentrasi belajar. Usahakan tempat belajar jauh dari suasana rebut atau bising. Walaupun demikian, ada juga mahasiswa yang bisa belajar sambil mendengarkan musik. Hal ini adalah cara belajar misterius karena jarang orang bisa berkonsentrasi dengan dua pekerjaan sekaligus.
Betapa pun baiknya faktor pendukung belajar tapi jika tidak dilaksanakan sama artinya dengan nol. Mulailah memaksakan diri untuk belajar. Pertama-tama mungkin belajar hanya mampu  bertahan sebentar. Tapi jika dipaksa setiap hari, belajar bisa menjadi gaya hidup. Seperti yang dikatakan orang bijak “jaga pikiran karena ia berpengaruh tehadap perbuatan, jaga perbuatan karena ia membentuk kebiasaan, bentuk kebiasaan karena ia mempengaruhi sifat, bangun sifat karena ia akan membentuk karakter, perbaiki karakter karena ia akan mengubah nasib.”
Membagi pekerjaan berkaitan dengan fokus kepada salah satu tugas dengan waktu yang disediakan. Banyaknya tugas mahasiswa bisa membuat mahasiswa kualahan untuk mengerjakannya. Untuk itu, cara pengerjaannya harus secara satu tuntas baru mengerjakan tugas yang lain. Kebiasaan buruk dalam mengulur-ulur waktu pengerjaan tugas membuat mahasiswa harus menggunakan sistem kebut semalam dalam mengerjakan tugas perkuliahan.
Pemahaman terhadap perkuliahan yang telah dilalui bisa dilihat dari tindakan control. Pada bagian ini, mahasiswa bisa melihat sejauh mana pemahamannya terhadap bahan yang telah dikuasai. Nilai ujian bisa dijadikan sebagai acuan dalam hal ini. Namun, sering juga nilai ujian tidak dikembalikan sehingga mahasiswa tidak mampu mengintrospeksi diri.
Optimis adalah kunci keberhasilan. Optimis biasanya sering dilontarkan mahasiswa saat teman sedang mengeluh atau pesimis. David J. Schwartz (2007 : 123) dalam bukunya The Magic of Thinking Big yang diterjemahkan oleh F. X. Budiyanto menjadi Berpikir dan Berjiwa Besar, menyatakan “Anda adalah apa yang Anda pikirkan mengenai diri Anda.” Di sini disebutkan jika seseorang merasa ia tidak penting maka ia benar-benar tidak penting, tapi jika sebaliknya jika ia merasa penting maka ia benar-benar penting. Pikiran itu akan berpengaruh terhadap perbuatan. Jika mahasiswa merasa dirinya tidak mampu maka telah mensugesti pikirannya tidak mampu sehigga ia tidak mampu, tapi jika mahasiswa berpikir ia mampu maka ia pun benar-benar mampu.
Waktu belajar juga harus diperhitungkan oleh mahasiswa. Sistem bejalar nonstop tidak akan memberi manfaat besar. Maksudnya, ketika mau ujian maka belajar di malam itu di-start mulai pukul delapan malam hingga pukul dua belas tanpa diselingi istirahat sedikitpun. Sistem ini kurang efektif karena biasanya orang hanya mampu belajar penuh perhatian selama empat puluh menit. Untuk itu setelah empat puluh menit usahakan merilekskan tubuh sebentar kemudian dilanjutkan lagi, begitu seterusnya.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam belajar harus ada suatu rencana agar kita bisa berjalan sesuai rel yang disusun. Untuk menjalankan rencana belajar, kita bisa membuat rencana belajar harian, kemudian mingguan, bulanan, atau bahkan per semester.
Menghasilkan sesuatu hanya akan mungkin jika menggunakan waktu dengan efisien. Waktu yang lewat sudah hilang dan tak akan pernah kembali. Coba hitung waktu yang terbuang dalam satu hari saja. Tentu banyak sekali. Untuk itu, kita harus memaksimalkan waktu dalam kehidupan sehari-hari.
Belajar dengan penuh konsentrasi tidak merusak. Yang merusak adalah menggunakan waktu tidur untuk belajar. Mengurangi waktu istirahat akhirnya akan merusak badan. Cara itu tentu tidak perlu. Orang membutuhkan waktu tidur selama 7 jam. Untuk itu pergunakanlah waktu sebaik mungkin tanpa mengkorupsikan waktu tidur.
Cara mempelajari buku sangat penting untuk menunjang belajar yang efektif karena dengan cara yang tepat buku dapat dipahami isinya tanpa harus menggunakan waktu yang lama untuk membacanya. Untuk itu kita harus mengerti cara membaca cepat tapi tetap memahami isi buku yang dibaca. Solusi yang dapat dibuat adalah mempelajari trik-trik membaca cepat.
3.      Memilih lingkungan tempat tinggal
Kebahagian yang diperoleh setelah menggondol nama mahasiswa bukan berarti tidak mempunyai rintangan. Banyak godaan yang dapat menjerumuskan mahasiswa ke jalan kegelapan jika tidak membentengi pertahan diri dengan keimanan yang kuat. Lingkungan tempat ia tinggal mempunyai pengaruh yang kuat saat mengikuti perkuliahan, apalagi bagi mahasiswa yang jauh dari orangtua. Kehidupan kota yang sangat dekat dengan tindak kriminal bisa menjerumuskan mahasiswa jika berteman dengan teman yang salah. Narkoba bisa menjadi teman sehari-hari, seks bebas bisa menjadi hal yang biasa, serta tauran bisa menjadi gaya hidup baru jika tidak bisa menahan diri dari segala godaan.



2.      Penutup
Pemilihan status menjadi mahasiswa adalah pilihan diri sendiri. Tak ada yang memaksa untuk kuliah melainkan atas permintaan pribadi. Atas segala kesadaran itu, seorang mahasiswa seharusnya mampu melihat posisinya sekarang sehingga antara nama dan perbuatan harus sejalan.
Perkuliahan yang dinyatakan sebagai bekal untuk memperoleh masa depan yang lebih baik hanya akan sebagai ucapan belaka jika tidak betul-betul mengikuti perkuliahan itu dengan baik. Untuk itu, harus belajar keras agar semua yang diidam-idamkan itu dapat terwujud. Terwujudkan cita-cita itu dimulai dengan langkah yang tepat saat mengikuti perkuliahan. Untuk itu agar perkuliahan bisa berjalan lancar dibutuhkan suatu trik untuk menumbuhkan semangat belajar. Semangat belajar itu bisa dibangkitkan dengan membuat kalimat motivasi untuk diri sendiri serta mengetahui cara belajar yang efektif selama mengikuti perkuliahan. Selain itu mengenal lingkungan tempat tinggal juga tidak kalah penting karena lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap diri seorang mahasiswa.

3.      Daftar Pustaka
Muhammad, Fathimah.2005. Meraih Prestasi Puncak. Jakarta: Khalifa
Slameto.2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta
Simaremare, Rumasi.2011. Penuntun Belajar di Perguruan Tinggi. Medan: FBS-Unimed
The Magic of Thinking Big oleh David J. Schawatz yang diterjemahkan oleh F. X. Budiyanto menjadi Berpikir dan Berjiwa Besar tahun 2007 penerbit Binarupa Aksara

Berita Kejuahjuahen
Oleh: Justianus Tarigan

Benna menda wari
Matawari ndabuh ku gelapna
Sigundari bene ban sipepagi
Sipepagi eme si jadi arapenta
Tapi labo ilupaken wari sienggo bentasi
Ibas sada arih dingen siangkan
Jeme sada cara nuju tujunta
Bas wari sisendah
Bagem nge ninta ngapuli man tendinta
Glah ja gia kita gundari
Rikutmin bas kejuahjuahen


La Kupersoken
Oleh: Justianus Tarigan

Lang Gi
Labo ateku la jadi bas pusuhndu
Bagi suari ngataken bujur man karaben
Tapi bas pusuhta nge si tersuan nina Dibata
Bage gia la kupersoken
Bas pertemanenta
Jadilah kam bagi sinisurakenndu
Ras aku kap si njagai kam arah totongku



CIREM TANAH KARO 
Oleh: Justianus Tarigan

Enda me kap Tanah Karo
Sitersiar beritana
Taneh cio cilinggem
Inganta pulung karinana

Jelmana seh kal nge hamatna
Lalit sitik pe sijegirna
Adi nggeluh gotong royong me siman tagangenna
Adi erteman siangkan nge jadi perukurenna

Tapi gundari melala kal begena
Sindube kerina lanai bo idiatekan
Lanai idalanken
Pas bagi remang erpagi-pagi
Bene-bene sitik ban sinalsal matawari

Dage… Nande, Bapa, Turang, ras Senina
Ija ndia kena ringan i doni enda
Tataplah ingan kemulihenta
Ula siban teriluh Taneh Karo ateta ngena

Adi la arah tanndu bas pertotonndu lah gia
Gelah si sehken sura-suranta
Natap cirem Taneh Karo ingan kemulihenta



Turangku Kap Kam
Oleh: Justianus Tarigan

Nd Tigan bere karo
Anak singuda
Lampas mbeli agi
Ndauh gia kakandu erlajang
Kam lalap nge turang singuda
I jabu tarigan mergana

Nd tigan si merambit
Ula perpusuh adi mesera
Dage uga gendangna begeme endekken

Turang singuda bere karo
Lampas mbelin agi
Sampati nande ras bapanta
Ula pesimbak sorana agi
Gelah malem min atena

Turang, Nd Tigan
Kam kepe turangku
Anak beru bas jabunta
Ras pe dahin kerja mama tiganna